Tinggalkan komentar

Masalah Hukum Penjaringan Calon Legislatif

Oleh: Dr. Helmi, S.H., M.H.

Proses penjaringan Bakal Calon Legislatif (Balonleg) DPR, DPD, dan DPRD hampir memasuki tahap akhir. Namun terdapat norma hukum yang perlu diluruskan dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD dan DPRD yakni Pasal 50 ayat (1) harup g dan ayat (2) hurup c. Bahkan oleh KPU dan KPUD  dinyatakan “calon legislatif yang masih tersangkut masalah hukum, namun mereka belum menerima putusan tetap dari pengadilan, masih bisa menjadi Caleg. Penafsiran ini menurut penulis “menyesatkan”. Mari kita cermati kedua ketentuan tersebut.

Pasal 50 ayat (1) hurup g dimaksud adalah: “tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih”. Berdasarkan ketentuan tersebut, siapapun yang tersangkut kasus hukum (perkara pidana) dapat mendaftar dan menjadi Baloleng dan Calon Legislatif (Caleg). Sesungguhnya ketentuan Pasal 50 ayat (1), hurup g ini ditujukan pada peristiwa yang telah lalu, artinya ditujukan bagi mereka yang pernah dijatuhi hukuman pidana.

Kata-kata “tidak pernah dijatuhi pidana penjara…………yang telah…….dst”, pada Pasal 50 ayat (1) hurup g, siapa saja yang “pernah” dijatuhi hukuman pidana 5 tahun atau lebih dan telah mempunyai kekuatan tetap, maka tidak bisa menjadi Balonleg atau Caleg. Jadi ketentuan ini tidak berlaku bagi mereka yang saat ini sedang dalam proses pidana (sedang tersangkut perkara pidana).

Kemudian, Pasal 50 ayat (2) hurup c menentukan, salah satu syarat administrasi yang harus dipenuhi oleh Balonleh adalah “surat keterangan catatan kepolisian tentang tidak tersangkut perkara pidana dari Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat”. Ketentuan Pasal 50 ayat (2) hurup c mengandung makna; pertama, tersangkut perkara pidana maksudnya yang bersangkutan sedang dalam proses, baik sebagai tersangka maupun sebagai terdakwa atau terpidana. Kedua, seseorang yang akan menjadi Bakal Calon Legislatif (Balonleg) “harus” dilengkapi surat keterangan catatan kepolisian tentang tidak tersangkut perkara pidana. Artinya seorang Balonleg harus bersih, tidak sedang tersangkut perkara pidana seperti, korupsi atau perkara pidana lainnya. Ketiga, tidak membatasi ancaman hukum 5 tahun atau lebih, jadi tidak peduli berapapun ancaman hukumannya.

Konsekwensi hukum Pasal 50 ayat (2) hurup c, pertama, bagi mereka yang saat ini berstatus sebagai tersangka atau terdakwa tidak akan bisa memenuhi syarat sebagai Balonleg atau Caleg. Karena jelas-jelas mereka sedang tersangkut perkara pidana dan kepolisian tidak bisa (seharusnya) mengeluarkan surat keterangan catatan tidak tersangkut perkara pidana. Kedua, karena tidak membatasi ancaman hukuman, maka siapapun dan beberapapun ancaman hukuman, asalkan yang bersangkutan sedang berstatus sebagai tersangka atau terdakwa maka tidak bisa mendapatkan surat keterangan catatan kepolisian dimaksud.

Seperti dikemukakan di atas, selama ini KPU/KPUD menggunakan Pasal 50 ayat (1) hurup g seolah-olah bagi mereka yang sedang tersangkut perkara pidana. Padahal tidak demikian, justeru yang harus diberlakukan adalah Pasal 50 ayat (2) hurup c. Akibatnya, banyak Balonleg yang saat sedang tersangkut perkara pidana (tersangka atau terdakwa) dapat mendaftarkan diri. Ini terutama terjadi KPUD Provinsi, Kabupaten dan Kota. Calon yang masih tersangkut perkara pidana (tersangka atau terdakwa) dengan nyaman mendaftar sebagai Balonleg KPUD.

Berdasarkan uraian di atas, berarti tindakan meloloskan tersangka atau terdakwa sebagai Balonleg merupakan pelanggaran terhadap UU No. 10 Tahun 2008. Demikian juga apabila meloloskan Balonleg yang pernah dijatuhi hukuman pidana 5 tahun atau lebih. Menurut penulis, KPU/KPUD harus segera melakukan verifikasi ulang terhadap semua Balonleg, agar tidak terjadi pelanggaran tersebut. KPU/KPUD masih mempunyai kesempatan menggugurkan Balonleg pada penetapan daftar calon tetap (DCT) legislatif.

Apabila KPU/D tetap bersikukuh meloloskan calon yang tersangkut perkara pidana beberapa langkah yang kemungkinan bisa ditempuh oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Pertama, menyampaikan keberatan kepada KPU/D secara tertulis terhadap calon-calon yang tersangkut perkara pidana dengan argumentasi hukum. Keberatan ini dimungkinkan sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam proses penjaringan calon legislatif. Jika keberatan tidak “diindahkan” oleh KPU/D, maka dapat ditempuh melalui pengadilan. Kedua, lembaga swadaya masyarakat yang berkepentingan dapat mengajukan gugatan perwakilan di Pengadilan Tata Usaha Negara. Gugatan tersebut dilakukan terhadap keputusan KPU/D dengan alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Penulis: Dosen FH. Unja)

Tinggalkan komentar

Pelajaran Politik Ala Partai GOLKAR Jambi

Oleh: Helmi, S.H.

 

 

 

Semua orang, dimanapun, kapanpun dapat mendefinisikan dan memberi makna berbeda tentang politik. Yah, ada yang mengatakan politik itu taktik atau cara memperoleh kekuasaan dan mempengaruhi orang. Ada juga orang bilang, bahwa politik itu permainan kalah menang. Bahkan ada yang mengatakan politik itu dagelan. Nah, tinggal bagaimana kita semua membuat politik menjadi hidup, membuat warna gelap atau terang, berwatak baik atau jahat, tersenyum manis atau sinis dengan taktik, permainan atau dagelan itu. Semua tentu tergantung siapa yang berpolitik? Apa tujuan dan kepentingannya?

Hiruk pikuk politik di tubuh Partai Golkar versus Partai Golkar saat ini, di Provinsi Jambi mungkin bisa menjawabnya? Di Tebo, Ketua DPD I memecat Ketua DPD II dengan alasan untuk menyelamatkan partai dan yang bersangkutan telah banyak membuat kesalahan. Diantara kesalahan tersebut adalah tidak mendukung calon bupati yang diajukan dan menjadi salah seorang dalang keluarnya Surat Mahkamah Agung RI tentang status Bupati Tebo yang dijagokan. Sementara Ketua DPD II menganggap pemecatan tersebut tidak beralasan dan tidak sah. Jadilah kini perang tanding antara DPD II Partai Golkar Tebo dan DPD I Provinsi Jambi.

Jika kaji secara mendalam, alasan pemecatan tersebut sangat lemah. Benarkah untuk menyelamatkan partai? Apakah tidak mendukung pencalonan dan memberikan rekomendasi pemberhentian bupati mengancam keselamatan partai? Rasanya tidak. Soal pencalonan seharusnya pendapat DPD II menjadi pertimbangan utama, bukan pemaksaan pendapat oleh DPD I. DPRD Tebo mengeluarkan rekomendasi yang kemudian dinilai oleh MA suatu tindakan yang tepat membuktikan bahwa apa yang dilakukan oleh DPRD (bukan pengurus Partai) secara substansi dan prosedural memenuhi syarat dan benar adanya.

Kabupaten Sarolangunpun juga membuat keramaian. Ketua DPD I menetapkan secara pihak Calon Bupati yang akan diajukan Partai Golkar. DPD II bermaksud mengadakan konvensi pemilihan Calon Bupati. Sementara beberapa DPC menyatakan tidak perlu lagi, karena calon hanya satu. Kalaupun harus konvensi, mereka tetap akan memilih HBA sebagai Cabup usungan Partai Golkar.

Perang taktik antar Kader Partai Golkar memang seru. Mereka saling berebut kekuasaan dan beradu ilmu dari satu guru. Ketua DPD I menginginkan jagonya di Tebo diajukan sebagai Calon Bupati, sementara Ketua DPD II tidak mendukungnya. Hal yang sama juga terjadi di Sarolangun, taktik dan saling mempengaruhi untuk mendapatkan kekuasaan sangat kental mewarnai pasar politik yang diciptakan oleh pribadi Kader-kader Partai.

Hebat memang, permainan politik kalah menang yang ditunjukkan oleh Partai Golkar di Tebo dan Sarolangun. Motto yang pegang teguh oleh para pemain adalah “kalah hanya untuk pihak lawan”. Namun hasilnya sungguh aneh, motto menghasilkan sama dengan (=) di luar dugaan. “Kalah untuk kita semua”, itu yang terjadi di Tebo. Partai Golkar hanya bisa gigit jari, tidak mengajukan calon. Ironis, partai pemenang pemilu tidak bisa mengajukan calon bupati karena sibuk mengurus masalah internal yang memalukan.

 

Ibarat dagelan humor, panggung terus dimainkan oleh aktor-aktor yang bertopeng keselamatan partai, rakyat, dan demokrasi. Tapi siapa yang peduli dengan semua itu. Persetan! Karena mereka sendiri tidak peduli. Dan di luar sana, para penonton justeru asyik menikmati tayangan dan tertawa terpingkal-pingkal disuguhi hiburan gratis.

Kondisi politik yang melanda Partai Golkar di Tebo dan Sorolangun patut menjadi refleksi kita semua. Pertama, partai yang mestinya menjadi salah satu pilar demokrasi, justru menjadi sebaliknya. Peristiwa di Tebo memberikan pelajaran kepada kita, bahwa kepemimpinan otoriter merugikan diri sendiri dan orang lain. Bagi mereka musyawarah bukan jalan untuk memecahkan persoalan. Kedua, betapa DPD I merasa sangat berkuasa terhadap DPD II  dalam pengambilan keputusan. Sistem yang sarat dengan intervensi dan sentralistik justeru yang diterapkan. Ketiga, bangunan organisasi  yang katanya kokoh sampai ke akar-akarnya (desa-desa), ternyata layu di pucuk (Kabupaten dan Provinsi).

Jika gaya kepemimpinan dan sistem pengambilan keputusan partai demikian, apa jadinya ketika mereka memegang kekuasaan? “Bak rebung dak akan jauh dari buluhnyo, Cigak hampir samo jo Siamang”. Otoriter, intervensi dan sentralistik akan mewarnai sistem pemerintahan dan pembangunan. Usah berharap ada partisipasi atau diterapkannya desentralisasi jika orang-orang partai tetap mempertahankan sistem yang bobrok itu.

Sistem rekruitmen Kepala Daerah dan Wakilnya boleh berubah, dalam kampanye mereka boleh mengumbar janji (pelayanan kesehatan gratis, sekolah dengan SPP gratis, akan membangun ini atau itu), riuah rendah suara kader partai ketika kampanye merambah sampai ke Suku Anak Dalam. Tapi nyaris tak terdengar ketika kekuasaan telah diraih. Cuek saja, emang gue pikirin.

Patut direnungkan apa yang disampaikan oleh Wakil Gubernur Jambi tentang polemik Golkar di Jambi. Bahwa “konflik antara DPD I dan DPD II sebenarnya tidak perlu terjadi, jika semua pihak mau duduk bersama dengan kepala dan kepalan dingin”. Namun kedua pihak tampaknya hanya mengedepankan kepentingan yang emosional untuk berebut kekuasaan dan pengaruh.

Patut pula diketahui, Partai Golkar sejak tahun 1998 menyatakan diri sebagai pelopor pembaharuan dan pembangunan. Ini dituangkan dalam butir-butir paradigma baru Partai Golkar diantaranya butir (4 dan 6); GOLKAR adalah Partai yang komitmen pada demokrasi yang menjunjung tinggi demokrasi dan kebebasan yang memperkokoh dan memperkukuh persatuan kesatuan, GOLKAR adalah partai yang komitment pada penegakan hukum, keadilan dan hak-hak asasi manusia. Sebagai partai politik yang hidup di negara yang berdasarkan hukum, maka Golkar senantiasa mengupayakan terwujudnya supremasi hukum di segala bidang. Komitment ada penegakan hukum, keadilan, dan hak-hak asasi manusia ditempatkan sebagai pilar utama dalam rangka mewujudkan pemerintahan dan tata kehidupan bernegara yang demokratis, konstitusional dan berdasarkan hukum

Sementara salah satu perspektif masa depannya adalah Tatanan Sosial Politik. Dukungan aktif dan kritis dari GOLKAR Baru terhadap agenda reformasi adalah manifestasi dari komitmentnya untuk menegakkan tatanan kehidupan politik nasional yang demokratis, sekaligus melakukan serangkaian koreksi terencana, melembaga dan berkesinambungan terhadap seluruh penyimpangan yang telah terjadi dalam paradigma lama.

 

Sungguh mulia konsep pembaharuan yang ditorehkan. Namun, enam tahun sejak reformasi di negeri ini berlalu, kenyataannya paradigma dan perspektif masa depan tersebut tidak pernah dilaksanakan. Demokrasikah jika pimpinan otoriter? Demokrasikah jika partai hanya dijadikan tunggangan untuk mencapai kekuasaan? Demokrasikah jika kebijakan diputuskan tanpa peduli dengan masyarakat? Sudahkah Golkar tampil dengan paradigma barunya? Jauh panggang dari api, jika kita menyimak kasus-kasus yang terjadi di Jambi.

Maaf tuan-tuan dan nyonya-nyonya, jika tulisan ini dianggap otoriter atau tidak demokratis, maka tidak perlu malu, teruskan saja apa yang sedang terjadi sekarang. Namun, jika dianggap sebagai refleksi dan benar-benar berniat memperbaiki sistem, monggo diperbaiki. Silahkah jika anda mau belajar berpolitik bagi yang berminat! Penulis adalah Dosen FH. Unja/Mahasiswa S3 Unpad

Tinggalkan komentar

Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!

1 Komentar